Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Pilu Di Pintu 13 dan 14 Stadion Kanjuruhan

Wartapagi.id -- Terdengar oleh Dadang Indarto, 40 tahun, warga Kelurahan Tembalangan Kota Malang, Jawa Timur, suara minta tolong selalu mengingatkannya.

Berasal dari para korban suara tersebut pada tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, merupakan insiden stadion yang paling mematikan di dunia pada beberapa dekade terakhir ini, dimana 125 orang meninggal, dan lebih 320 lainnya menderita luka-luka.

Baca juga : Apa Arti Kena Limit di Tiktok yang Patut Diketahui Pengguna.

"Tolong, tolong, begitulah suara terdengar, seolah-olah korban di depan mata" kata Dadang kepada BBC News Indonesia. Pria yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kota Batu, memaparkan kisah horor usai peluit panjang wasit ditiup, pertandingan sepak bola berakhir.

Dadang bergegas keluar tribun melalui Pintu 13. "Pintu ditutup, saya balik ke tribun," tuturnya. Tiba-tiba gas air mata terdengar ditembakan yang diarahkan polisi ke tribun penonton. Selanjutnya tembakan berikut mengenai tribun tempat Dadang berdiri. Kata Dadang "Saya tengkurap. Menutupi wajah dengan kaos. Baru pertama kali rasakan gas air mata yang menyengat." Terasa napas mulai sesak serta kulit terasa perih, lalu ia melompat pagar tribun menuju Pintu 14, dan menemukan banyak penonton bergeletakan, bahkan temannya, Dona, turut tergeletak dan sudah tak bernyawa. Dimana "Kepala bocor, dia meninggal. Saya gendong ke tempat yang aman," kata Dadang.
Tak ada satupun aparat yang membantu korban, saat Dadang mencari bantuan polisi.

Sejumlah penonton yang tergeletak berusaha ditolongnya lalu dibawa ke ruangan di dalam dekat tribun VIP yang di dalamnya puluhan jasad suporter berjejer dekat musala. Saat itupun ia menerima telepon dari kakaknya yang mengabarkan bahwa keponakannya bernama Vera Puspita Ayu, 20 tahun, sudah meninggal yang juga ikut menonton bola saat itu. Terlihat menghitam wajah almarhumah Vera, yang diduga akibat terpapar gas air mata. Tak tersembunyikan kesedihan dari wajah Dadang dimana keponakannya meninggal saat menonton sepak bola.

Santunan Rp 5 juta dari manajemen Arema FC dikembalikan oleh Keluarga Vera. Menurut keluarga uang santunan tidak bisa menebus nyawa Vera. Kerusuhan tersebut harus diusut tuntas, serta pelaku penembakan gas air mata dihukum berat, tutur Dadang.

Kecuali Pintu 14, semua pintu keluar ditutup, pengakuan dari Eko Prianto, 39 tahun, warga Dau, Kabupaten Malang dengan cerita yang sama. Sambil terisak ia menceritakan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, dimana terdapat puluhan penonton bergelimpangan di Pintu 13. Dengan suara tercekat ia mengatakan "Pintu 13, seperti kuburan massal. Banyak anak kecil, korban kebanyakan perempuan. Saya tak kuat". Puluhan anak dilaporkan kehilangan nyawa di stadion tersebut.

Sedikitnya 32 anak kehilangan nyawa dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, ungkap Nahar, Pejabat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Kepada BBC News Indonesia, Nahar mengungkapkan "dari 125 orang yang tewas dalam kecelakaan itu, 32 di antara mereka adalah anak-anak. Yang termuda adalah balita berusia tiga atau empat tahun."

Eko Prianto mengaku memilih bersama salah seorang temannya duduk di pelataran luar stadion saat pertandingan berlangsung meski ia memiliki tiket masuk. Para aparat banyak berjaga di luar stadion, di warung sebagian duduk minum kopi . Dia mendengarkan suara tembakan sebanyak lima kali beberapa saat setelah peluit tanda akhir pertandingan. Kemudian mendengar suara jeritan dan gedoran pintu di Pintu 10, lalu ia bergegas menuju Pintu 10. Dia menemukan puluhan orang lemas dan pingsan, dimana para penonton terlihat membuka paksa pintu.

Kata Eko "Saya berusaha menolong, membopong korban. Ternyata jumlah korban semakin banyak." Teringat tiba-tiba oleh Eko, di Pintu 13 banyak saudara dan tetangganya yang menonton. Sebagian penonton berusaha menjebol "angin-angin" alias ventilasi pada tembok di samping pintu. Mereka berusaha keluar dan berdesak-desakan di Pintu 13. Upayanya sia - sia saat Eko berlari menemui petugas medis dan aparat Kepolisian dan TNI yang berjaga meminta bantuan membuka pintu, karena Ia berusaha membuka pintu yang terbuat dari besi, namun gagal. "Tidak dibantu, saya malah nyaris dipukul aparat," ujarnya. Juga meminta bantuan petugas dan panitia lewat pintu utama untuk membantu evakuasi di Pintu 13. Dan akhirnya, ia bisa membantu sejumlah penonton yang tergeletak diangkat ke dalam ruangan. "Semua pintu keluar tertutup, kecuali Pintu 14," kata Eko. Setiap pertandingan, 15 menit sebelum pertandingan selesai, pintu keluar dibuka, namun kali ini mengapa pintu keluar ditutup, tutur Eko.

Juru bicara Arema FC, Sudarmaji menyerahkan semua pada penyelidikan dan investigasi yang dilakukan polisi dan enggan berkomentar terkait pintu keluar yang tertutup. Juga membantah jumlah penonton yang melebihi kuota atau kapasitas stadion, karena Alasannya, tiket yang diedarkan sesuai kapasitas penonton. Menko Polhukam, Mahfud MD, sebelumnya mengungkap tiket yang dijual 42.000 sementara kapasitas stadion adalah 38.000.

Gilang Widya Pramana sebagai Presiden Klub Arema FC, menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban atas kejadian tersebut, dan mengaku insiden kerusuhan yang menyebabkan 125 meninggal itu tidak disangka akan terjadi. Tutur Gilang, "Syok, sedih dan menyesalkan kejadian ini. Banyak korban. Saya siap bertanggung jawab, kami berikan santunan meski tidak bisa mengembalikan nyawa," dan siap menerima sanksi larangan bermain selama semusim oleh Komisi Disiplin PSSI. Juga akan kooperatif pada tim pencari fakta independen yang mengusut tuntas insiden ini, ujar Manajemen Arema.

Sumber : BBC News Indonesia.

Baca juga : Cara Mendapatkan Poin Mypertamina untuk Harga Lebih Murah.


Posting Komentar untuk "Kisah Pilu Di Pintu 13 dan 14 Stadion Kanjuruhan"